Petunjuk Teknis

OPENING

find about

FTMI VII 2011




Sejarah panjang seni teater dipercayai keberadaannya sejak manusia mulai melakukan interaksi satu sama lain. Interaksi itu juga berlangsung bersamaan dengan tafsiran-tafsiran terhadap alam semesta. Dengan demikian, pemaknaan-pemaknaan teater tidak jauh berada dalam hubungan interaksi dan tafsiran-tafsiran antara manusia dan alam semesta. Selain itu, sejarah seni teater pun diyakini berasal dari usaha-usaha perburuan manusia primitif dalam mempertahankan kehidupan mereka. Pada perburuan ini, mereka menirukan perilaku binatang buruannya. Setelah selesai melakukan perburuan, mereka mengadakan upacara-upacara sebagai bentuk “rasa syukur” mereka, dan “penghormatan” terhadap Sang Pencipta Alam semesta. Tata cara upacara ini kemudian dibakukan serta difestivalkan pada suatu tempat untuk dipertunjukkan serta dihadiri oleh manusia yang lain.

Teater berasal dari kata Yunani, “theatron” (bahasa Inggris, Seeing Place) yang artinya tempat atau gedung pertunjukan. Dalam perkembangannya, kata teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Dengan demikian, dalam rumusan sederhana teater adalah pertunjukan, misalnya ketoprak, ludruk, wayang, sintren, janger, mamanda, dagelan, sulap, akrobat, dan lain sebagainya. Teater dapat dikatakan sebagai manifestasi dari aktivitas naluriah, seperti misalnya, anak-anak bermain sebagai ayah dan ibu, bermain perang-perangan, dan lain sebagainya. Selain itu, teater merupakan manifestasi pembentukan strata sosial kemanusiaan. Misalnya, upacara adat maupun upacara kenegaraan, keduanya memiliki unsur-unsur teatrikal dan bermakna filosofis. Selain itu, teater merupakan manifestasi pembentukan strata sosial kemanusiaan yang berhubungan dengan masalah ritual. Misalnya, upacara adat maupun upacara kenegaraan, keduanya memiliki unsur-unsur teatrikal dan bermakna filosofis. Berdasarkan paparan di atas, kemungkinan perluasan definisi teater itu bisa terjadi. Tetapi batasan tentang teater dapat dilihat dari sudut pandang sebagai berikut: “tidak ada teater tanpa aktor, baik berwujud riil manusia maupun boneka, terungkap di layar maupun pertunjukan langsung yang dihadiri penonton, serta laku di dalamnya merupakan realitas fiktif”, (Harymawan, 1993). Dengan demikian teater adalah pertunjukan lakon yang dimainkan di atas pentas dan disaksikan oleh penonton.

Hal tersebut  tidak lain merupakan pembuktian bahwa dunia seni khususnya teater yang penuh nilai estetika dan pesan moril ternyata turut andil dalam perubahan dunia dengan sifatnya yang sangat fleksibel sehingga dapat mensinergikan dirinya dengan berbagai dunia. Bahkan lebih jauh mampu mewarnai dan meribah watak serta mental sebuah bangsa.

Sebagai perbandingan pengaruh teater sebagaimana yang tertulis sebelumnya dengan pengaruhnya akhir-akhir ini, tidaklah berlebihan jika daikatakan mengalami sebuah degradasi yang memunculkan ungkapan dari seorang Putu Wijaya (seperti yang tertulis pada paragraph pertama) yang seolah-olah ingin membuka mata para pekerja seni dengan tafsiran “berkaryalah untuk bangsamu dan berilah pengaruh”. 

Namun dari beberapa hasil diskusi dengan beberapa rekan-rekan pekerja seni kampus Se-SulSel-Bar melihat bahwa turunnya pengaruh teater disebabkan oleh orientasi para pekerja taeter itu sendiri yang hamper tidak dapat membedakan antara live in teater, teater to live atau make to life a teater bahkan live with teater. Ditambah dengan banyaknya festival yang seolah-olah hanya ajang penghargaan.

Itulah beberapa penyebab menurunnya perteateran kita yang membutuhkan banyak pendalaman untuk mencapai live in teater dan make to life a teater agar perhatian tetap terarah pada esensi seni dan teater itu sendiri. Sehingga menjadi landasan berfikir kami dari UKM Seni Budaya Walasuji Universitas Muhammadiyah Parepare (UMPAR) untuk melanjutkan hasil pemikiran rekan-rekan pekerja seni kampus yang tertuang dalam sebuah kegiatan yang bernama FESTIVAL TEATER MAHASISWA INDONESIA (FTMI) VII SE- SULAWESI SELATAN DAN BARAT.

Tidak ada komentar: